Penguasa Tegas dari Kalingga
Posisi Ratu Shima dalam kerajaan semakin menguat ketika suaminya, Kartikeyasinga, diangkat menjadi Raja Kalingga pada tahun 648 Masehi. Pada masa itu, dunia tengah mengalami berbagai perubahan besar. Di Jazirah Arab, Nabi Muhammad telah wafat, dan wilayah tersebut memasuki periode Khulafaur Rasyidin di bawah kepemimpinan Ali bin Abi Thalib (656–661 M).
Namun, perjalanan hidup Ratu Shima mengalami perubahan besar pada tahun 678 Masehi. Suaminya wafat, meninggalkan kerajaan tanpa penerus yang cukup dewasa untuk mengambil alih tahta. Dalam situasi ini, Ratu Shima tampil sebagai pemimpin tunggal Kerajaan Kalingga, menorehkan namanya dalam sejarah sebagai ratu yang kuat dan berpengaruh.
Masa Keemasan Kalingga
Di bawah kepemimpinan Ratu Shima, Kalingga mencapai puncak kejayaan. Ia menyandang gelar Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputikeswara dan berhasil membawa Kalingga menjadi kerajaan yang disegani, terutama dalam bidang perdagangan. Namanya tidak hanya terkenal di Nusantara, tetapi juga hingga ke luar negeri, termasuk ke Jazirah Arab yang saat itu sudah memasuki era kekhalifahan.
Salah satu hal yang membuat Ratu Shima dikenal luas adalah ketegasannya dalam menegakkan hukum, terutama dalam hal kejujuran. Ia sangat membenci pencurian dan menerapkan aturan keras bagi siapa saja yang berani mencuri.
Ujian Kejujuran di Kalingga
Ketegasan Ratu Shima dalam menegakkan hukum menarik perhatian seorang raja dari Arab bernama Ta-Shih. Penasaran dengan cerita mengenai keteguhan hukum di Kalingga, ia melakukan sebuah ujian. Ia meletakkan sebuah karung emas di tengah jalan untuk melihat apakah ada penduduk yang berani mengambilnya.
Waktu berlalu, bulan demi bulan, namun tak ada seorang pun yang berani menyentuh karung emas tersebut. Hal ini membuktikan betapa besar pengaruh Ratu Shima dalam membentuk karakter rakyatnya.
Namun, suatu ketika, karung emas itu bergeser sedikit. Ternyata, Pangeran Narayana anak kesayangan Ratu Shima secara tidak sengaja menyentuhnya. Mengetahui hal ini, Ratu Shima tidak ragu untuk menjatuhkan hukuman. Awalnya, ia memerintahkan hukuman mati, tetapi setelah pertimbangan, hukuman itu diubah menjadi pemotongan kaki karena dianggap bagian tubuh itulah yang bersalah.
Dengan tindakan tegas ini, Ratu Shima semakin dihormati sebagai pemimpin yang adil dan tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum, bahkan terhadap keluarganya sendiri.
Akhir Perjalanan Sang Ratu
Ratu Shima wafat pada tahun 695 Masehi, meninggalkan warisan kepemimpinan yang dikenang sepanjang sejarah. Sayangnya, kejayaan Kalingga tidak bertahan lama setelah kepergiannya. Pada tahun 752 Masehi, kerajaan ini runtuh, bersamaan dengan berkembangnya pengaruh kerajaan-kerajaan lain di Nusantara.
Sementara itu, di Jazirah Arab, Islam telah berkembang pesat dan memasuki era Bani Umayyah (661–750 Masehi). Sejarah mencatat bahwa dunia tengah berubah, tetapi kisah Ratu Shima tetap abadi sebagai simbol keadilan dan kepemimpinan yang tegas.