Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Senja di Pelosok Desa


Di sebuah desa kecil yang dikelilingi hamparan sawah hijau dan udara yang begitu sejuk, hiduplah sepasang suami istri yang telah menapaki usia senja. Mereka adalah Bapak ahit dan ibu uci, dua sosok yang telah melewati perjalanan panjang kehidupan bersama.

Dahulu, mereka tinggal di kota besar, menjalani kesibukan duniawi yang penuh hiruk-pikuk. Pak ahit adalah seorang pegawai kantoran, sementara Bu uci adalah seorang guru yang penuh dedikasi. Bertahun-tahun mereka berjuang, membesarkan anak-anak, dan menabung untuk masa depan. Namun, seiring waktu berlalu dan anak-anak mereka tumbuh dewasa serta memiliki keluarga masing-masing, Bapak ahit dan ibu uci mulai merasakan kerinduan akan ketenangan.

Maka, setelah pensiun, mereka memutuskan untuk pindah ke pelosok desa, tempat yang jauh dari kebisingan kota dan polusi udara. Mereka membeli sebuah rumah sederhana yang dikelilingi pepohonan rindang dan sawah yang luas. Setiap pagi, mereka menikmati udara segar dan kicauan burung, sesuatu yang jarang mereka dapatkan saat tinggal di kota.

Namun, bagi mereka, hidup di desa bukan hanya sekadar menikmati ketenangan. Bapak ahit dan ibu uci ingin menghabiskan sisa usia mereka dengan beribadah dan memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar. Setiap hari, mereka rutin pergi ke masjid kecil di desa untuk sholat berjamaah, mengikuti kajian, dan berbagi ilmu dengan penduduk sekitar.

Tak hanya itu, mereka juga aktif dalam kegiatan sosial. Bu uci mulai mengajar anak-anak desa mengaji dan memberikan bimbingan belajar bagi mereka yang kesulitan dalam pelajaran sekolah. Sementara itu, Pak ahit membantu para petani dengan berbagi ilmu tentang pertanian modern yang pernah ia pelajari. Mereka juga sering berbagi rezeki dengan warga yang membutuhkan, baik dalam bentuk makanan, pakaian, maupun bantuan lainnya.

Hari-hari mereka dipenuhi dengan kebahagiaan sederhana. Mereka menikmati kebersamaan, saling mendukung dalam beribadah, dan merasa semakin dekat dengan Tuhan. Tak ada lagi ambisi duniawi yang dikejar, hanya ketenangan hati dan kebahagiaan dalam memberi.

Di usia senja, mereka menemukan makna hidup yang sesungguhnya: bukan pada harta, bukan pada jabatan, tetapi pada kedamaian, kebermanfaatan, dan ketulusan hati. Dan di pelosok desa itu, mereka menjalani hari-hari mereka dengan penuh syukur, menanti waktu untuk kembali kepada Sang Pencipta dengan hati yang tenang dan bahagia.

Dilihat : 37 kali
Kolom Komentar