Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tokoh Kharismatik Pejuang Wong Cilik dari Blora


Pernah dengar tentang Samin Surosentiko? Sosok misterius, kharismatik, dan penuh kontroversi ini bukan sekadar nama biasa. Ia adalah simbol perlawanan tanpa kekerasan, pemimpin spiritual, dan pendiri ajaran Saminisme yang menggetarkan pemerintah kolonial Belanda. Lahir sebagai bangsawan, ia memilih jalan hidup sebagai "wong cilik" demi memperjuangkan hak rakyat tertindas. Siapakah sebenarnya lelaki dari Desa Ploso Kediren, Blora, ini? Mari kita telusuri kisahnya yang memikat!

Dari Bangsawan Ponorogo Menjadi Rakyat Biasa

Samin Surosentiko terlahir dengan nama Raden Kohar pada 1859 di Blora, Jawa Tengah. Ayahnya, Raden Surowijaya (Samin Sepuh), adalah seorang bangsawan Ponorogo, keturunan Bupati Sumoroto. Namun, darah biru tak membuatnya menjauh dari rakyat jelata. Justru, ia memilih mengganti namanya menjadi Samin Surosentiko nama yang lebih "merakyat". "Suro Sentiko" sendiri adalah gelar warok, menunjukkan kearifan dan kesaktian ala tradisi Ponorogo.



Ajaran Saminisme: Perlawanan Tanpa Kekerasan

Samin Surosentiko mendirikan ajaran Samin (Saminisme), yang mengajarkan kesederhanaan, kejujuran, dan penolakan terhadap penindasan. Awalnya, Belanda tak menganggapnya berbahaya. Namun, ketika pengikutnya semakin banyak dan Samin dinobatkan sebagai "Ratu Adil" dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam (8 November 1907), Belanda pun panik!

Ajaran Saminisme bukan sekadar filosofi, melainkan bentuk perlawanan halus terhadap penjajah. Pengikut Samin menolak membayar pajak, tak mengakui pemerintah Belanda, dan hidup mandiri di hutan. Mereka percaya: "Tanah adalah ibu, dan kita harus menjaganya, bukan menyerahkannya pada penjajah."

Penangkapan dan Pembuangan ke Sawahlunto

Karena dianggap membahayakan, Belanda akhirnya menangkap Samin Surosentiko. Ia dipenjara di Nusakambangan, lalu dibuang ke Sawahlunto untuk kerja paksa di tambang batu bara. Ironisnya, di sana ia justru dijadikan kepala tambang bukti kharismanya yang sulit dipatahkan!

Seni Sebagai Alat Perjuangan

Samin juga menggunakan kesenian Reog Ponorogo (Barongan Blora) untuk mengumpulkan massa. Namun, Belanda akhirnya melarang pertunjukan Barongan di kalangan pengikut Samin, bahkan merampas propertinya. Taktik ini menunjukkan betapa kreatifnya perlawanan Samin—tak hanya dengan kata-kata, tapi juga budaya!

Warisan Saminisme yang Tak Pernah Padam

Meski wafat di pembuangan (1914), ajaran Samin tetap hidup. Suku Samin di Blora dan Bojonegoro masih memegang teguh prinsip-prinsipnya: anti korupsi, jujur, dan mencintai alam. Mereka adalah bukti nyata bahwa perlawanan tak selalu dengan pedang, tapi bisa dengan keteguhan hati.

Mengapa Kisah Samin Surosentiko Masih Relevan Hari Ini?

Di era modern, nilai-nilai Saminisme kejujuran, kesetaraan, dan perlawanan terhadap ketidakadilan masih sangat dibutuhkan. Ia mengajarkan kita bahwa kekuatan sejati ada pada rakyat kecil yang bersatu.

Jadi, siapakah Samin Surosentiko?
Ia bukan sekadar nama dalam buku sejarah. Ia adalah simbol perlawanan, guru kehidupan, dan inspirasi bagi siapa pun yang percaya bahwa kebenaran tak bisa dikalahkan.

Tertarik mengetahui lebih dalam? Jelajahi kisahnya, dan temukan bagaimana seorang "wong cilik" bisa mengubah sejarah tanpa kekerasan!

Sumber : wikipedia.org Samin_Surosentiko

Dilihat : 0 kali
Kolom Komentar