Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Revolusi Mental: Warisan Soekarno, Tantangan Kita Hari Ini


Istilah Revolusi Mental bukanlah konsep baru yang muncul dari tuntutan zaman modern. Jauh sebelum menjadi jargon pembangunan, istilah ini pertama kali digemakan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1957, di tengah kemandekan revolusi nasional. Saat itu, Bung Karno menyadari bahwa perjuangan fisik merebut kemerdekaan belum cukup jika tidak disertai perjuangan untuk membentuk manusia Indonesia yang benar-benar merdeka secara batin, cara pikir, dan karakter.

Revolusi Mental, menurut Soekarno, adalah gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia menjadi manusia baru manusia yang berhati putih (jujur dan tulus), berkemauan baja (teguh dalam prinsip), bersemangat elang rajawali (gagah dan tidak mudah menyerah), dan berjiwa api yang menyala-nyala (penuh semangat dan keberanian). Bukan perubahan kosmetik, bukan sekadar perbaikan tampilan luar, tetapi transformasi mendasar dari dalam jiwa bangsa.

Dalam konteks hari ini, pesan itu terasa semakin relevan. Kita hidup di tengah era kemajuan teknologi dan derasnya arus informasi, tetapi di saat yang sama, kita menghadapi krisis karakter: korupsi, intoleransi, individualisme, dan apatisme sosial. Di sinilah semangat Revolusi Mental menemukan momentumnya kembali.

Membangkitkan semangat Revolusi Mental berarti membangkitkan kembali manusia Indonesia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara moral dan spiritual. Ini adalah panggilan untuk menjadi warga negara yang bukan hanya menuntut hak, tetapi juga sadar akan tanggung jawabnya. Ini adalah gerakan membangun bangsa dari dalam diri sendiri.

Kita mungkin tidak lagi berada di medan revolusi fisik seperti era Soekarno, tetapi kita tengah berjuang di medan yang tak kalah menantang: medan pembentukan karakter, integritas, dan keadaban publik. Dan dalam perjuangan ini, Revolusi Mental bukan sekadar kenangan sejarah adalah kompas yang tetap relevan, membimbing langkah kita untuk menjadi bangsa yang besar bukan hanya karena sumber dayanya, tetapi karena watak luhur manusianya.

Dilihat : 0 kali
Kolom Komentar