Revolusi Mental: Warisan Soekarno, Tantangan Kita Hari Ini
Revolusi Mental, menurut Soekarno, adalah gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia menjadi manusia baru manusia yang berhati putih (jujur dan tulus), berkemauan baja (teguh dalam prinsip), bersemangat elang rajawali (gagah dan tidak mudah menyerah), dan berjiwa api yang menyala-nyala (penuh semangat dan keberanian). Bukan perubahan kosmetik, bukan sekadar perbaikan tampilan luar, tetapi transformasi mendasar dari dalam jiwa bangsa.
Dalam konteks hari ini, pesan itu terasa semakin relevan. Kita hidup di tengah era kemajuan teknologi dan derasnya arus informasi, tetapi di saat yang sama, kita menghadapi krisis karakter: korupsi, intoleransi, individualisme, dan apatisme sosial. Di sinilah semangat Revolusi Mental menemukan momentumnya kembali.
Membangkitkan semangat Revolusi Mental berarti membangkitkan kembali manusia Indonesia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara moral dan spiritual. Ini adalah panggilan untuk menjadi warga negara yang bukan hanya menuntut hak, tetapi juga sadar akan tanggung jawabnya. Ini adalah gerakan membangun bangsa dari dalam diri sendiri.
Kita mungkin tidak lagi berada di medan revolusi fisik seperti era Soekarno, tetapi kita tengah berjuang di medan yang tak kalah menantang: medan pembentukan karakter, integritas, dan keadaban publik. Dan dalam perjuangan ini, Revolusi Mental bukan sekadar kenangan sejarah adalah kompas yang tetap relevan, membimbing langkah kita untuk menjadi bangsa yang besar bukan hanya karena sumber dayanya, tetapi karena watak luhur manusianya.